Wikipedia

Search results

Monday, October 12, 2015

Eksotisme Rumah Baluk

Rumah Baluk di TMII
Sabtu 10 Oktober lalu saya dan teman saya berwisata ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Dengan menggunakan sepeda motor, kami menempuh perjalanan sekitar 30 menit dari Pasar Minggu, Jakarta Selatan menuju TMII. Setelah sehari sebelumnya cari-cari info arah jalan menuju TMII, dengan dibantu pakai aplikasi peta, kami berangkat. Ini adalah kali kedua saya ke TMII. Kunjungan pertama saya ke TMII waktu saya masih duduk di bangku kelas 2 SD bersama keluarga besar saya. Sekitar 20 tahun yang lalu. 
Ternyata jalur yang dilalui cukup mudah. Tinggal jalan lurus saja, mengikuti arah papan informasi, sampailah di pintu masuk utama TMII. Tiket masuk Rp 10.000 / orang dan kendaraan roda dua Rp 6.000. Kendaraan bisa dibawa berkeliling di area TMII sehingga kami tidak perlu capek jalan kaki dari satu anjungan ke anjungan lain. Parkir juga gratis. Tetapi ada juga yang bayar Rp 2.000
Kami juga ditawari sewa motor (tampaknya sewa motor tidak resmi) dengan tarif Rp 40.000, motor bisa dibawa sendiri untuk berkeliling.
Salah satu tempat yang menurut saya mengagumkan adalah di anjungan Kalimantan Barat. Ada sebuah miniatur bangunan rumah adat. Disitu tertulis “BALUK”. Saya penasaran dengan rumah ini. Rumah ini dibuat dengan tiang-tiang penyangga dari kayu yang sangat tinggi. Dengan jumlah tiang penyangga sekitar 20 buah dan tinggi mencapai 12 meter. Tangga untuk memasuki rumah tersebut terbuat dari sebatang kayu yang ditatah serupa tatahan pada pohon kelapa untuk diambil nira. Pegangan nya dari bambu. Saat menaikinya, kita harus berhati-hati karena ukuran tangga yang tidak lebar. Bangunannya berbentuk bulat berdiameter sekitar 10 meter. Tidak ada jendela pada dinding bangunan. Hanya ada satu pintu, didalamnya hanya ada satu ruangan, bagian tengah dibuat semacam ruangan kecil tanpa dinding, hanya diberi atap. Didalamnya ada bunga-bunga sesaji dan disamping kiri ada patung. Di dinding bangunan Baluk terdapat kerangka-kerangka. Ada sebuah kayu besar dan panjang berbentuk seperti pipa yang menembus dasar bangunan.  
Saat duduk diatas Baluk, saya berpikir, mengapa rumah Baluk ini dibuat tinggi menjulang seperti ini? Apakah di tempat aslinya di Kalimantan, rumah ini sengaja dibuat tinggi untuk menghindari hewan-hewan buas? Mengapa dibuat tangga yang seakan-akan menyiratkan kita bahwa untuk sampai diatas tidak mudah, perlu kehati-hatian dan tidak bisa terburu-buru mencapainya? Apa fungsi kayu yang menembus lantai bangunan Baluk?
Saya tidak menemukan jawabannya sampai akhirnya saya memasuki anjungan rumah adat Kalimantan Barat. Disitu terdapat informasi mengenai rumah Baluk.
Ternyata Baluk adalah rumah penyimpanan tengkorak manusia. Tengkorak-tengkorak tersebut merupakan tengkorak musuh yang memiliki jabatan tinggi seperti panglima perang, diperoleh dengan cara “mengayau”  yaitu pemenggalan kepala saat peperangan pada zaman dahulu. Tengkorak tersebut menjadi barang keramat peninggalan leluhur yang harus dijaga dan dihormati. Didalam batang kayu yang berbentuk seperti pipa itulah tengkorak tersebut disimpan. Masyarakat menyebutnya bumbung rumah adat. Tinggi rumah Baluk menggambarkan kedudukan atau tempat Kamang Triyuh, mungkin serupa dengan banyaknya tanduk Kerbau pada Rumah adat Tana Toraja ya…??
Atap rumah Baluk berbentuk kerucut, disebut “Atap Payukng Samai” yang artinya melindungi seluruh masyarakat.
Dalam tradisi masyarakat suku Dayak Bidayuh, setiap tanggal 15 Juni setelah selesai masa panen padi terdapat ritual tahunan di Rumah Baluk. Ritual tersebut dikenal dengan nama Ni’bakng/Nyobeng yang hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Sedangkan bagi kaum wanita, ritual ini dinamakan Nambok. Dalam ritual ini, tengkorak-tengkorak dimandikan dalam upacara adat Hliniau, dengan harapan agar masyarakat memperoleh berkat, kesejahteraan, kedamaian dan kekuatan.

Owh astaga… saya pikir itu rumah tinggal.